Barcode Media Resmi Dewan Pers Hanya Formalitas

Romeltea | Follow @romel_tea

Barcode Media Resmi Dewan Pers Hanya Formalitas
ATAS nama perang terhadap media abal-abal penyebar hoax (berita palsu), Dewan Pers akan memasang barcode bagi media-media pers atau media resmi yang terdaftar dan terverifikasi sebagai media jurnalistik.

Dengan barcode tersebut, publik dengan mudah membedakan media resmi (media pers) yang berbadan hukum dengan media nonpers atau media tidak resmi.

Demikian yang kita baca dalam pemberitaan selama ini soal barcode dan kaitannya dengan media online.

Barcode tersebut hanya formalitas, dalam arti memberi "cap resmi" atau "stempel" bagi media-media massa online kategori lembaga pers --berbadan hukum perusahaan pers atau lembaga yang bergerak dalam bisnis media.

Barcode tidak akan menekan hoax karena hoax bukan masalah media resmi atau tidak resmi. Hoax muncul sebagai akibat ketidakjelasan sebuah informasi yang mestinya dicover oleh media-media pers.

Isu hoax mengemuka dengan trigger soal "serbuan 10 juta pekerja China". Hoax itu muncul akibat media-media pers atau media arus utama (mainstream) yang "diam" terkait banyaknya pekerja China yang masuk ke Indonesia.

Hoax juga merupakan bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan dan ketidakberimbangan pemberitaan oleh media-media arus utama.

Ketidakberimbangan pemberitaan media pers juga disebabkan mayoritas media besar saat ini tidak berpihak kepada publik, tapi membela rezim dan membela kepentingan politik tertentu --sebagian media besar dimiliki oleh politisi dan pebisnis pro-rezim.

Kembali ke soal barcode. Upaya Dewan Pers hanya akan berimbas kepada polarisai media, yakni media pers dan media nonpers.

Media pers adalah media jurnalistik berbadan hukum. Media nonpers adalah media-media nonkomersial, seperti situs instansi/lembaga/perushaan, situs jual-beli (toko online), situs jejaring sosial (media sosial), dan situs-situs pribadi (blog).


Jadi, barcode hanya akan membedakan mana yang media jurnalistik mana yang bukan. Masalah hukum media jurnalistik diatur dalam UU Pers. Media nonjurnalistik, jika melanggar hukum, masuk wilayah polisi (KUHP).

Selama ini, situs-situs yang diblokir pemerintah mayoritas berupa blog, yakni menggunakan platform Blogger dan WordPress. Membuat situs berita dengan platform blog sangat mudah, didukung banyaknya template blogger berita yang tak kalah keren dengan situs berita profesional

Situs pribadi (blog) masuk wilayah media nonpers. Blog punya wilayah hukum lain, yakni Google atau mesin pencari. Blog dengan platform Blogger masuk wilayah hukum Google sebagai pemilik Blogger. Jika ada blog yang melanggar Kebijakan Konten Blogger, maka Google akan menghapusnya, bukan lagi blokir.

Contoh Barcode Blogger Blog Romeltea

barcode blog romeltea

Jumlah Blogger di dunia mencapai ratusan juta. Tahun 2013 saja, menurut data Quora, jumlah blog di dunia mencapai 152 juta.

Di Indonesia, saya belum menemukan data terbaru, namun diberatakan Antara, tahun 2015 saja jumlah blogger di Indonesia mencapaii 3 juta atau 3,5% dari 88,1 juta pengguna internet. Bayangkan, jika satu blogger memiliki 5-10 blog, maka jumlah blog mencapai 15 hingga 30 juta!

Data yang dilansir Tempo bahkan menyebutkan, tahun 2011 saja, jumlah blogger di Indonesia mencapai 5 juta.

Dapat diperkirakan, jumlah blog dan blogger tahun ini lebih banyak lagi seiring dengan kesadaran banyak pengguna internet untuk punya situs sendiri dan mendapatkan penghasilan dari internet (make money blogging). Wasalam. (https://blogromeltea.blogspot.com).*

Previous
« Prev Post
Author Image

Romeltea
Romeltea adalah onair dan online name Asep Syamsul M. Romli aka Kang Romel. Praktisi Media, Blogger, Trainer Komunikasi from Bandung, Indonesia. Follow me: facebook twitter instagram linkedin youtube

Recommended Posts

Related Posts

Show comments
Hide comments

No comments on Barcode Media Resmi Dewan Pers Hanya Formalitas

Post a Comment

No Spam, Please!