Masjid Raya Al Jabbar adalah Tempat Wisata, Tak Dibutuhkan Warga
Masjid Raya Al Jabbar (ANTARA) |
Masjid Raya Al Jabbar di Kecamatan Gedebge Kota Bandung adalah Tempat Wisata. Itu fakta. Daya tarik utamanya adalah keunikan dan keindahannya, juga luasnya area halaman masjid, plus danau buatan di sekitarnya.
Sejak diresmikan 30 Desember 2022, Masjid Terapung di atas Danau Buatan Gedebage ini dikunjungi ribuan orang tiap hari, terutama akhir pekan atau hari libur.
Kemacetan lalu lintas tidak terelakkan karena akses jalannya sempit. Bukan hanya di sekitar masjid, kemacetan juga menjalar jauh ke jalan utama Soekarno-Hatta, Bunderan Cibiru, bahkan Perempatan Gedebage.
Warga sekitar masjid, termasuk saya, tersiksa dan "marah" akibat kemacetan sebagai dampak membeludaknya pengunjung ke Masjid Raya Al Jabbar. Saya dan banyak warga lain ingin masjid itu ditutup lagi dan dibuka jika akses jalan sudah memadai.
Saya heran, masjid kok tidak berkah ya? Masjid Raya Al Jabbar saya nilai menimbulkan masalah bagi warga sekitar. Kemacetan lalu lintas membuat mobilitas dan aktivitas warga sekitar sangat terganggu.
Masjid Raya Al Jabbar adalah tempat wisata. Pengunjung pun memperlakukannya demikian! Mulai botram di area masjid, bahkan di dalam masjid, hingga joget-joget ala TikToker! Selfie atau foto-foto menjadi pemandangan lumrah di dalam dan luar masjid.
Warga sekitar Masjid Raya Al Jabbar tidak memerlukan masjid baru! Hampir tiap RW sudah ada masjid di kawasan Cimencrang, Rancanumpang, Rancasagatan, dan sekitarnya yang masuk wilayah Kecamatan Gedebage.
Jadi, untuk tempat ibadah, warga tidak kekurangan. Lalu, kenapa dibangun Masjid Raya Al Jabbar?
Katanya, alasan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, karena Pemprov Jabar belum memiliki masjid raya. Masjid Raya adalah sebutan bagi masjid tingkat provinsi. Selama ini Pemprov Jabar "nebeng" ke Masjid Agung di kawasan Alun-Alun Kota Bandung. Nama Masjid Agung Bandung pun diubah menjadi "Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat".
Masalahnya, kenapa masjid raya itu dibangun di pinggir kota yang padat penduduk dengan akses jalan sempit?
Masjid Raya Al Jabbar adalah Tempat Wisata. Akibatnya, jamaah pun datang ke sana bukan untuk beribadah atau mengaji, tapi untuk wisata! Untuk piknik!
Masjid Raya Al Jabbar adalah contoh terbaru sebuah masjid yang menjadi objek wisata. Dalam Islam, ini bukan hal aneh. Nabi Muhammad Saw sudah mengingatkan bakal ada atau banyaknya masjid yang menjadi objek wisata.
Saat Masjid Jadi Objek Wisata
Saya menemukan postingan pas banget dengan fenomena Masjid Raya Al Jabbar di laman Islampos. Diposting enam tahun silam, postingan ini memebahas masjid yang dibangun megah, luas, mewah, bertingkat, dan berkelas.
Karena kemegahannya, tidak jarang masjid dijadikan sebagai objek wisata yang wajib disambangi, bukan digunakan sebagai tempat beribadah dan sarana untuk dzikrullah.
Membangun masjid megah adalah salah satu fenomena akhir zaman yang telah diingatkan oleh Rasulullah Saw. yaitu ketika masjid sudah dianggap sebagai tempat rekreasi dan hanya dijadikan sebagai jalan untuk lewat.
Ibnu Mas’ud berkata bahwasannya Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya salah satu tanda kiamat adalah bila masjid-masjid dianggap sebagai jalanan.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa: “Kiamat tidak akan terjadi sehingga orang-orang bermegah-megahan dengan masjid-masjid.” (HR. Ahmad)
Ketika masjid telah dihias sedemikian rupa hingga membuat setiap mata yang memandangnya terkagum-kagum, maka secara perlahan peran dan fungsi masjid telah bergeser menjadi semacam tempat hiburan dan rekreasi.
Kedatangan para ‘pelancong masjid’ layaknya para artis yang berkunjung ke sebuah tempat hiburan. Kekaguman mereka bukan ditujukan kepada Allah yang telah memberikan berjuta-juta kenikmatan kepada mereka, melainkan kagum kepada arsitek dan perancang masjid yang dibangun.
Kesibukan para wisatawan bukan pada ibadah apa yang terbaik jika berada di dalam masjid, melainkan pada; berapa biaya yang dihabiskan untuk membangun masjid, siapa desainer dan perancangnya, bahan apa saja yang digunakan dalam pembangunan, dan beragam pertanyaan yang sama sekali tidak berhubungan dengan ibadah.
Yang pertama kali dilakukan para wisatawan bukan melakukan shalat sunnah tahiyyatul masjid dua rakaat, akan tetapi yang mereka lakukan adalah mengeluarkan kamera digitalnya untuk memotret seluruh ruangan masjid dan berpose dibeberapa sudut masjid. Ironis!
Fakta! Itulah yang terjadi di Masjid Raya Al Jabbar. Fakta lainnya, Masjid Raya Al Jabbar bisa dikatakan tidak memiliki jamaah tetap! Imam dan muadzin memang ada, tetap, yang ditugaskan Pemprov Jabar, namun jamaah shalat fardu Masjid Raya Al Jabbar bisa dikatakan 99,5% pengunjung alias wisatawan!
Warga sekitar hanya sesekali dan beberapa saja yang shalat di sana. Itu pun sekedar penasaran dan "ingin nyobain". Mayoritas warga sekitar Masjid Raya Al Jabbar masih setia shalat di masjid sekitar rumah mereka, atau di rumah.
Bukti bahwa Masjid Raya Al Jabbar tidak dibutuhkan untuk tempat ibadah warga sekitar adalah tidak adanya protes saat masjid itu ditutup.
Bahkan, saat ditutup 27 Februari - 23 Maret 2023, warga sekitar masjid, termasuk saya, sangat senang karena kehidupan normal, jalanan normal, tidak ada kemacetan dan "kerudetan".
Video: Masjid Raya Al Jabbar Sebelum Diresmikan
« Prev Post
Next Post »
No comments on Masjid Raya Al Jabbar adalah Tempat Wisata, Tak Dibutuhkan Warga
Post a Comment
No Spam, Please!